• Breaking News

    Advertisement

    loading...

    Bertemu SBY, Hanura Sebut Prabowo Sedang Galau

    cover-benteng-sumbar-com

    Pertemuan Prabowo dengan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    SUMBAR RAYA. COM - Politisi Hanura Inas Nasrullah Zubir menilai, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto tengah mengeluarkan 'jurus mabok'.

    Hal tersebut dilontarkan Inas menanggapi pertemuan Prabowo dengan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Pasalnya, sebelum menyatakan koalisi dengan Demokrat, Gerindra sudah lebih dulu deal berkoalisi dengan PKS, dengan konpensasi Cawapres pada 2019. 

    "Deal sana, deal sini, itulah jurus mabok Prabowo. Yang awalnya deal dengan PKS untuk mengusung Prabowo dengan Cawapres kader PKS, kemudian deal dengan alumni 212 untuk mengusung Prabowo dengan Cawapres Habib Salim atau Abdul Somad. Sekarang deal lagi dengan SBY yang kayaknya akan mengusung Prabowo dengan Cawapres AHY," ucap Inas di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.

    Karena itu, Inas mengaku tak khawatir dengan adanya koalisi tersebut. Sebab menurutnya, Prabowo seperti orang bingung menghadapi petahana sekaligus Capres yang diusung Parpolnya, Jokowi.

    "Jurus mabok ini bukan karena langkah dia terukur melainkan sedang bingung dan gamang tentang siapa pasangan Cawapres yang benar-benar bisa mengangkat elektabilitasnya untuk menyaingi Jokowi," pungkasnya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memastikan partainya berkoalisi dengan Demokrat di Pilpres 2019 mendatang.

    Hal ini disampaikan Prabowo usai bertemu dengan SBY di kediamannya, di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.

    "Kami sepakat untuk melaksanakan, untuk melakukan, kerja sama politik, tentunya akan terwujud dalam koalisi," kata Prabowo. 

    Posisi PAN-PKS Mulai Dilematis

    Mendekatnya Partai Demokrat ke Gerindra justru dinilai membuat sulit posisi PKS dan PAN. 

    Pasalnya, besar kemungkinan Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra akan menerima Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres pendampingnya.
    “Apalagi saat ini belum ada Capres yang elektabiltasnya mengalahkan Jokowi. Jadi wajar, kalau saat ini terjadi kegamangan oleh PKS dan PAN,” kata pengamat politik Ujang Komarudin kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.

    Direktur Direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menambahkan, kini PKS dan PAN akan dilematis dan serba salah dalam menentukan pilihan. 

    “Apakah jadi merapat ke Gerinda atau tidak?, karena mereka tahu Jokowi (diprediksi) akan tetap menang pada Pilpres 2019,” tambahnya.

    Namun, Dosen FISI Universitas Al Azhar menyebut, kalau pun PKS mau loncat merapat dan mendukung Jokowi juga sudah kepalang ketinggalan sehingga tak mungkin mendapatkan jatah menteri di Kabinet Jokowi periode 2019-2024.

    “Jadi memang sulit posisi PKS itu. Sehingga partai sedang mencari kompensasi, apa yang mesti didapat. Kita mesti paham bahwa politik itu, siapa mendapat apa?. Ketika tidak menguntungkan, tentu akan ditinggalkan,” terangnya lagi.

    Sementara PAN, lanjut Ujang, tidak jauh berbeda dengan PKS. Karena satu kaki mendukung Jokowi lewat Zulkifli Hasan, karena ada menterinya di kabinet yakni Asman Abnur.

    Sementara satu lagi berada di Prabowo, yang dalam hal inibdimotori oleh senior PAN Amien Rais.

    Ditanya kemungkinan Cawapres Prabowo yang paling kuat, Ujang mengaku Partai Gerindra kecenderungannya lebih memilih AHY. 

    Alasannya, selain dianggap pasangan ideal, kubu Demokrat juga memiliki dukungan financial yang kuat.

    “Apalagi saat ini belum ada Capres yang elektabiltasnya mengalahkan Jokowi. Jadi wajar, kalau saat ini terjadi kegamangan oleh PKS dan PAN,” paparnya.

    Menyinggung soal nasib Anies Baswedan, Ujang menegaskan kelemahan Anies Baswedan adalah karena tak memiliki partai. 

    Padahal, Gerindra membutuhkan partai tambahan agar memenuhi syarat Presidential Threshold 20%. 

    “Jadi, saya melihat peluangnya kecil. Elektabilitas Anies sendiri juga tak mampu mengungguli Jokowi,” ucapnya.

    Lebih jauh, Ujang menjelaskan, strategi Anies Baswedan menutup Reklamasi di Jakarta Utara ternyata juga tak mampu mendongkrak elektabilitasnya. 

    Padahal, dia menilai, tindakan Anies tersebut sengaja dilakukan agar simpati rakyat tumbuh. Namun, nyatanya tidak bisa menggenjot elektabilitasnya.

    “Disisi lain, posisi Anies terkunci dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang harus meminta izin presiden. Selain Anies tak punya partai, tentu berat sekali,” pungkasnya.

    (Sumber: teropongsenayan.com)

    No comments

    ada

    ada

    Post Bottom Ad

    ad728
    PT. Prosumbar Media Group, Mengucapkan: Selamat datang di www.sumbarraya.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang! Tertanda Pemred: Nov Wibawa