Corona, Simiskin, Sikaya dan Walikota
Teringat aku, waktu kecil sering bermain dengan teman
teman. Teman sepermainanku, waktu itu masih kecil kecil juga. Makna
dari permainan yang terdiri dari dua kelompok itu, antara simiskin dan
sikaya saling memberi. Kelompok si kaya dengan berpegangan bahu dan
didepan kelompok simiskin juga berpegang bahu.
Sambil berpegang bahu mereka bergerak maju mundur sembari menyanyikan lagu.
Saya orang kaya,
yahuna yahuna.
Saya orang miskin, yahuna yahuna.
Saya minta anak, yahuna yahuna.
Siapakah namanya, yahuna yahuna.
Si Dewi namanya, yahuna yahuna.
Pergilah kamu Dewi jangan kembali lagi.
Sekarang lagu selingan bermain itu, yahuna sudah berobah
menjadi corona. Beda dengan yahuna, sikaya minta bantuan simiskin,
sebaliknya corona simiskin mengharapkan bantuan sikaya. Lockdown membuat
simiskin tak bisa berusaha dan pasrah menunggu uluran tangan sikaya.
Sikaya meski lockdown dirumah, dengan segala fasilitas kekayaan masih
bisa merasakan hidup senang ditengah wabah corona.
Dalam kehidupan sehari hari, terlepas adanya lagu yahuna
dan corona antara simiskin dan sikaya bagaikan dua sisi mata uang yang
tak bisa dipisahkan dan saling berkaitan. Tak kan ada sikaya tanpa
simiskin, tak ada simiskin tanpa sikaya. Simiskin membatu sikaya dengan
tenaga, sikaya membantu simiskin dengan materi. Apalagi, ditengah wabah
corona, membuat simiskin menderita, sikaya wajib menghulurkan tangannya
membantu simiskin.
Lalu, apa hubungan corona, simiskin, sikaya dan walikota.
Sebenarnya, secara kinerja walikota, pasti ada kaitannya dengan sikaya
dan miskin. Karena mereka sama sama warga walikota. Wabah corona membuat
simiskin di lockdown dan kehilangan mata pencaharian, itu menjadi
kewajiban walikota mencarikan solusinya. Dan, walikota sebagai orang
nomor satu didaerahnya, tentu berupaya menyelamatkan warganya, salah
satunya meminta bantuan orang kaya.
Inipun sudah mulai dilakukan Walikota Padang dengan mendata
orang kaya melalui RT. Sepertinya, tindakan walikota ini, rasa frustasi
oleh makin mewabahnya corona. Sebagai walikota, tentu ia mengenal orang
kaya didaerah dan meminta bantuan secara spontan. Kalau didata, berapa
lama waktu mendata, sementara perut simiskin sudah semakin data
kelaparan. Setelah didata lalu dirapatkan, lalu berapa lama waktu rapat.
Sementara, kehidupan simiskin sudah sekarat.
Sekarang ini, simiskin butuh aksi untuk menyelamatkan
mereka akibat lockdown. Mereka tak butuh data, dan rapat berkepanjangan
yang belum menunjukkan aksi. Ataukah, kita menunggu terlebih dahulu
simiskin bertindak anarki dengan menjarah untuk penyambung hidup.
Bukankah, istilah ditengah masyarakat, lebih baik bacakak
jo urang daripado bacakak jo kalang kalang, sering menjadi bahan
gurauan. Sebelum ini terjadi, diharapkan walikota dan jajarannya cepat
beraksi, bukan hanya sibuk mendata dan rapat, membuat simiskin makin
sekarat
(***)
No comments