• Breaking News

    Advertisement

    loading...

    Revitalisasi Surau: Menghidupkan Kembali Tradisi Keilmuan Islam


    Oleh: Zikri Akbar (Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab, UIN Imam Bonjol Padang)

    Di tengah derasnya arus globalisasi dan laju teknologi yang kian tak terbendung, umat Islam dihadapkan pada satu tantangan besar: bagaimana menjaga jati diri dan tradisi keilmuannya agar tak larut dalam gelombang zaman. Salah satu warisan penting yang kini mulai kehilangan makna adalah surau. Dulu, surau bukan sekadar tempat salat berjamaah atau kegiatan keagamaan musiman. Ia adalah pusat kehidupan masyarakat tempat belajar, berdiskusi, merenung, bahkan membentuk karakter. Tapi hari ini, surau seperti kehilangan ruhnBahakan t anak muda lebih sibuk menatap layar ponsel daripada membuka lembaran kitab kuning, rasanya sudah waktunya kita kembali menengok surau, bukan sekadar bangunan, tetapi sebagai titik awal kebangkitan keilmuan Islam yang pernah menjadi denyut nadi peradaban kita.

    Melihat Surau Lewat Lensa Sejarah

    Dalam konteks budaya Minangkabau, surau memiliki tempat yang sangat istimewa. Ia bukan hanya tempat ibadah, tapi juga menjadi ruang tinggal bagi para pemuda untuk belajar hidup bermasyarakat, beragama, dan berkarya. Di dalam surau, mereka dibimbing oleh para tuanku bukan hanya diajarkan ilmu agama, tapi juga dididik menjadi manusia berakhlak, berani, dan bertanggung jawab. Banyak tokoh besar lahir dari pendidikan surau, seperti Buya Hamka, Syekh Ahmad Khatib, dan Haji Rasul orang-orang yang bukan hanya mumpuni secara intelektual, tapi juga punya komitmen besar terhadap kemajuan umat.

    Sayangnya, nilai-nilai luhur ini mulai memudar. Kini, banyak surau hanya ramai saat bulan Ramadan atau momen peringatan tertentu. Fungsinya yang dulu strategis sebagai pusat pembelajaran dan pembinaan generasi, lambat laun tergeser oleh aktivitas seremonial semata. Padahal, dalam kondisi sosial saat ini ketika krisis moral, spiritual, dan identitas semakin terasa surau justru sangat dibutuhkan untuk kembali hadir, bukan sebagai simbol, tapi sebagai solusi.

    Kenapa Surau Perlu Dihidupkan Kembali?

    Merevitalisasi surau bukan sekadar mengecat ulang tembok atau membangun fasilitas baru. Lebih dari itu, ini soal menghidupkan kembali semangat yang pernah menyala di dalamnya semangat untuk menjadikan ilmu sebagai fondasi kehidupan. Ada beberapa alasan mengapa langkah ini mendesak untuk dilakukan:

    Pertama, menjaga tradisi keilmuan. Islam meletakkan ilmu di tempat yang sangat tinggi. Surau dapat menjadi ruang belajar Al-Qur’an, tafsir, hadis, hingga diskusi mengenai isu-isu kekinian dari perspektif Islam.

    Kedua, membentuk generasi seimbang. Pendidikan di Surau menanamkan keseimbangan antara akal dan hati. Anak muda tidak hanya diajarkan ‘apa’ yang harus dilakukan, tetapi juga ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ melakukannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

    Ketiga, membangun kekuatan sosial dan budaya. Surau menjadi titik temu lintas generasi tempat berbagi pengalaman, merumuskan solusi bersama, dan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama.

    Keempat, menjadi benteng dari ekstremisme dan kekosongan nilai. Dengan pendekatan yang ramah dan membumi, surau bisa menjadi ruang dakwah dan dialog yang mencerahkan, bukan menghakimi. Pendekatan ini penting untuk menangkal paham ekstrem maupun sekularisme yang dapat mengikis nilai-nilai keislaman.

    Langkah Nyata untuk Menghidupkan Kembali Surau

    Menghidupkan surau tentu tidak bisa hanya dengan niat baik. Perlu langkah konkret dan keterlibatan banyak pihak. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

    Pertama, mengadakan kajian rutin yang relevan. Bukan hanya ceramah, tapi juga diskusi interaktif, halaqah kitab, dan pelatihan kepemudaan. Topiknya bisa diperluas ke isu lingkungan, ekonomi syariah, atau literasi digital dari sudut pandang Islam.

    Kedua, menggunakan teknologi secara bijak. Surau bisa ikut hadir di dunia digital dengan menyelenggarakan live streaming kajian, membuat konten edukatif, atau podcast Islami yang dikemas santai tapi bermakna.

    Ketiga, memberi ruang untuk anak muda. Libatkan pemuda dalam kegiatan surau. Biarkan mereka berkreasi, merancang program, dan merasa bahwa surau adalah rumah mereka juga, bukan sekadar tempat orang tua berkumpul.

    Keempat, bangun kolaborasi dengan sekolah dan kampus. Surau bisa menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan formal. Dengan begitu, nilai nilai yang dibangun di surau bisa terus hidup di lingkungan yang lebih luas.

    Surau: Warisan yang Masih Relevan

    Membangkitkan kembali surau bukan soal kembali ke masa lalu, tapi soal bagaimana kita meresapi nilai-nilai masa lalu untuk menjawab tantangan hari ini. Kita tidak bisa terus mengeluhkan krisis moral tanpa menghadirkan ruang-ruang edukasi yang membumi. Surau punya potensi besar untuk menjadi ruang itu. Bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi sebagai pusat peradaban kecil yang mampu menghidupkan ruh keislaman yang hangat, inklusif, dan transformatif.

    Revitalisasi surau adalah upaya menyambung rantai ilmu yang nyaris putus. Ia adalah ikhtiar agar warisan para ulama tidak tinggal dalam buku sejarah, tapi hidup di tengah-tengah masyarakat dalam wajah yang lebih segar, namun tetap setia pada nilai. Karena sejatinya, peradaban Islam yang agung dibangun dari tempat-tempat kecil yang ikhlas menyebarkan cahaya dan surau adalah salah satunya.

    (**)

    No comments

    ada

    ada

    Post Bottom Ad

    ad728
    PT. Prosumbar Media Group, Mengucapkan: Selamat datang di www.sumbarraya.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang! Tertanda Pemred: Nov Wibawa