Sempat Digaungkan Mahfud MD, Kasus Dugaan TPPU Kemenkeu Rp 349 Triliun Menguap Begitu Saja
Prof. DR. KH. Mahfud MD, menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan atau menko polhukam.
SUMBARRAYA.COM, - - -
Pada awal 2023 lalu, publik sempat dihebohkan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang digaungkan oleh Mahfud MD (menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan atau menko polhukam saat itu). Angkanya pun fantastis, hingga Rp 349 triliun.
Faktanya, hingga akhirnya Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) selesai masa tugasnya pada akhir Desember lalu, bahkan hingga Mahfud MD mengundurkan diri sebagai menko polhukam, belum ada penindakan konkret terkait penyelesaian kasus itu. Malahan, kasus ini seolah menguap begitu saja, layaknya banyak kasus korupsi lainnya di Indonesia.
Saat mengumumkan hasil kerja Satgas TPPU pada 17 Januari 2024, sekaligus mengumumkan masa tugas Satgas TPPU telah berakhir, Mahfud MD mengeklaim satgas telah berhasil menyelesaikan tugasnya. Mahfud menyebut Satgas TPPU berhasil mengangkat kasus yang selama ini didiamkan begitu saja.
“Dalam kurun waktu delapan bulan, satgas telah melakukan supervisi dan evaluasi penanganan 300 surat, informasi, dengan nilai agregat lebih dari Rp 349 triliun. Sebanyak 300 surat LHA (laporan hasil analisis), LHP (laporan hasil pemeriksaan), informasi, seluruhnya telah dibahas secara sistematis dalam Satgas TPPU,” kata Mahfud.
"Salah satu laporan hasil pemeriksaan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) yang memuat transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun dari aktivitas importasi emas. Sebelum ada Satgas TPPU, kasus ini tidak berjalan. Namun, dengan supervisi satgas, kasus mulai diproses dengan mengungkap tindak pidana oleh penyidik dari Direktorat Jenderal Bea Cukai dan dugaan tindak pidana perpajakan oleh Ditjen Pajak," tambahnya.
Mahfud enggan memerinci bagaimana teknis penyelesaian kasus TPPU Rp 349 triliun Kemenkeu itu, seperti siapa tersangkanya, jumlah kerugian negara, apa proses hukumnya, dan sebagainya.
Mahfud hanya menyebut kasus yang melibatkan pegawai Kemenkeu diselesaikan secara internal melalui penyelesaian yang melibatkan berbagai institusi, seperti PPATK, Kemenkeu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Sementara terkait kasus lainnya sedang ditindaklanjuti oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.
"Misalnya kasus impor emas yang melibatkan grup SB. Itu sekarang sudah naik penyidikan. Intinya tugas pokoknya satgas memetakan berbagai masalah yang Rp 349 triliun, bahwa itu memang ada dan sudah selesai," ungkap Mahfud.
"Penetapan tersangka dan tindakan itu bea cukai yang menentukan. Apakah korporasinya akan dihukum, apakah SB dihukum, itu biar berjalan dahulu. Yang penting kasus itu memang ada. Kalau teknis kita sampaikan, nanti justru bubar jalan. Hartanya sudah dipindahkan, disembunyikan dan segalanya," ungkap Mahfud.
Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih menilai memang tidak ada keseriusan dari pemerintah, dalam hal ini Mahfud MD selaku menko polhukam saat itu untuk mengusut tuntas kasus ini.
Padahal, Mahfud saat itu memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk menyelesaikan dugaan TPPU di Kemenkeu itu.
"Dari awal saya sudah tidak setuju dengan adanya satgas, karena satgas tugasnya hanya supervisi. Justru yang terpenting itu harus ada penindakan. Nah, sayangnya hingga Satgas TPPU itu selesai masa tugasnya, kita tidak melihat adanya penindakan yang jelas," kata Yenti saat dihubungi Beritasatu.com, Sabtu (8/6/2024).
Ia menyayangkan kasus TPPU Kemenkeu ini seolah menguap begitu saja. Seharusnya, ada tindak lanjut yang jelas dari temuan satgas ke penindakan hukum.
"Uang Rp 349 triliun itu kan tidak kecil, ini kasus yang meresahkan rakyat. Kemarin kan sudah ada temuan yang memang impor ilegal emas itu Rp 189 triliun. Jadi memang TPPU itu memang ada, sesuai pernyataan Pak Mahfud. Jika tidak ada penindakan, dari awal untuk apa juga ada satgas, hanya buang-buang anggaran," ungkap Yenti.
Ia juga menyebut seharusnya Satgas TPPU mengumumkan hasil temuannya ke publik, agar masyarakat tidak hanya dibuat gaduh dengan pernyataan Mahfud.
"Kita kalau menyebarkan kabar bohong saja bisa kena pidana, apa lagi ini yang dari awalnya mengumbar data temuan PPATK, lalu tiba-tiba tidak ada lanjutnya. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum. Rakyat justru bisa tidak percaya dengan hukum kalau seperti ini," pungkas Yenti.
Sumber: BeritaSatu.com
No comments