Bagaimana Drama politik Jokowi vs PDI-P? Di Tengah Hubungan 'Perang Dingin' Keduanya, Begini Analisa Pengamat Politik
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA) Samuel F Silaen mengemukakan analisanya terkait hubungan PDIP vs Jokowi. (Foto Ilustrasi).
SUMBARRAYA.COM, - - -
Ramainya pemberitaan media soal perseteruan Jokowi family vs banteng moncong putih. “Ada asap berarti ada api” adalah sebuah istilah yang berarti “tidak akan ada akibat jika tanpa sebab”.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) suka atau tidak suka melihat fenomena yang terjadi diakhir masa jabatan presiden Joko Widodo ini, merupakan pukulan telak, kenapa demikian! Karena berbagai macam manuver politik tengah berlangsung. Bagaimana endingnya? Mari kita tunggu sama- sama untuk lebih jelasnya.
"Kencangnya issue minor yang berseliweran diberbagai media tentu saja butuh konfirmasi atas kebenaran kabar berita tersebut, agar tidak jadi fitnah, baik yang disampaikan oleh elit petinggi PDI-P maupun yang disampaikan pendukung Jokowi. Bila dianalisis mendalam sepertinya menyiratkan adanya ketegangan atau disharmoni di antara kader yang dibanggakan PDI-P itu," ujar pengamat politik Samuel F Silaen, Senin, 23 Oktober 2023.
Hiruk- pikuk politik itu tidak terlepas dari pro kontra, ada yang membela ada yang menyudutkan diantara pihak-pihak yang sedang 'panas dingin'. Ada yang membela PDI-P dan juga sebaliknya yang menuduh partai arogan terhadap kadernya yang merupakan presiden RI.
"Siapa yang diuntungkan atas perseteruan diantara pihak-pihak tersebut, "tanya mantan tenaga ahli fraksi DPR RI 2004/2009 itu.
"Melihat kondisi demikian ada yang bertanya; Apakah PDI-P masih bisa menang dan berjaya di pemilu 2024 nanti, karena akibat perseteruan Jokowi vs banteng moncong putih itu!?. Jawaban klise problem yang harus dijawab oleh PDI-P dan seluruh jajaran fungsionaris DPP hingga sampai ke daerah. Apakah capres- cawapres yang didukung PDI-P saat ini kembali bisa menang?, "tanya Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA) ini.
Dikatakannya, bila PDI-P berhasil lolos dari lobang 'maut' jebakan yang ingin menumbangkan dan memporak- porandakan basis pendukung PDI-P dibawah nahkoda Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang juga mantan presiden ke 5 itu.
"Masih harus kita tunggu hasilnya pasca pemilu 2024 yang akan datang, "ucap ketua umum organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) itu.
"Apa sesungguhnya yang terjadi diakhir masa jabatan sang presiden Jokowi yang merupakan petugas partai istilah dalam aturan yang berlaku di PDI-P itu, tentu saja itu hak internal, tidak perlu dicampuri pihak luar, sebab istilah itu murni merupakan hak dan kewenangan urusan rumah tangga partai besutan 'son the founding fathers', "jelas Silaen.
Demikian halnya ketua umum di salah satu partai politik ada menggunakan istilah presiden, karena itu digunakan di lingkungan partai maka disebut presiden partai bla bla. Itupun tidak ada masalah.
"Soal istilah itu digunakan di internal partai politik tersebut. Jika tidak berkenan disebut petugas partai maka jangan mau terima Mandat penugasan partai tersebut, itu simpelnya, tak perlu di perdebatkan, "tutur mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
Jadi kembali soal ujian buat PDI-P saat ini, sepertinya mengalami turbulensi hebat atas issue akan hengkangnya kader yang 'diklaim' sudah dibesarkan, sampai mencapai puncak tertinggi jadi orang nomor satu di Republik Indonesia ini.
"Kesannya pergi berlalu meninggalkan partai politik yang berjasa atau boleh dikatakan sama- sama beruntung dari kaca mata orang luar (eksternal), "ungkap Silaen.
"Meskipun demikian, tentunya yang tahu persis apa permasalahan yang terjadi diantara pihak-pihak tersebut, sehingga berakhir dengan not happy ending, maka sejarah akan mencatat, waktu jualah yang akan menjawabnya, sehingga apapun kata 'pengamat' dan seterusnya, tetap tidak dapat menjelaskan yang sesungguhnya apa yang sedang terjadi, "akunya Silaen.
Partai politik sebagai pilar demokrasi jadi sebuah keniscayaan ditengah rendahnya tingkat kepercayaan publik, namun demikian sebagai instrumen untuk meng-agregasi, meng-advokasi kepentingan rakyat demi tercapainya tujuan didirikannya negara yang merdeka dan berdaulat.
"Partai politik harus berbenah diri agar rakyat Indonesia tidak muak lalu meninggalkan partai politik karena tidak memberikan manfaat signifikan terhadap pergumulan hidup rakyat, "tandasnya.
(*)
No comments