• Breaking News

    Advertisement

    loading...

    Perang Dingin Ukraina - Rusia Sebabkan  Lonjakan Ekonomi


    Oleh : Fanny Elsya Putri ( 1910851001) Ilmu hubungan Internasional
    Universitas Andalas Padang

    SUMBARRAYA.COM, - - -

    Perang di Ukraina memicu gejolak, syok, dan disrupsi mata-rantai bisnis dan keuangan dunia, khususnya lonjakan harga minyak, gas, dan gandum.

    Meskipun beberapa pihak menyatakan bahwa perang dingin sudah lama selesai sejak runtuhnya tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet, tetapi konflik yang saat ini terjadi antara Ukraina dan Rusia bukanlah konflik baru dan menjadi bagian dari sisa-sisa perang dingin yang masih bertahan hingga saat ini. Hal tersebut disampaikan oleh Dosen Studi Keamanan Internasional Program Studi Hubungan Internasional (HI) UII, Irawan Jati, S.IP., M.Hum., MSS., Ph.D (Cand.) dalam International Relations In Conversation dengan tema Russia-Ukraine Updates: What Happens Next, Kamis (24/2) petang, melalui Zoom Metting.

    Pada tahun 2014 konflik antara Ukraina – Rusia sudah pernah terjadi dimana saat itu Rusia mencoba menganeksasi kembali dan mengklaim Ukraina sebagai bagian sah dari Rusia. Padahal, sebelum konflik ditahun 2014 terjadi, Ukraina sangat dekat dengan Rusia dan menjadi buffer zone antara Rusia dan Eropa.  Namun setelah revolusi 2014, pemerintah Ukraina berpindah haluan, dari sebelumnya dekat dengan Rusia beralih mendekati NATO. Hal ini menyebabkan Belarusia menjadi satu-satunya buffer zone antara Rusia dan negara-negara Eropa. 

    Perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia saat ini memberikan dampak besar untuk Dunia termasuk di bidang Ekonomi. International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa perang Rusia - Ukraina akan menyebabkan dampak yang parah kepada perekonomian global.  Harga pangan dan energy telah melambung dalam beberapa hari terakhir dan rantai pasok semakin kacau. Perang di Ukraina memicu gejolak, syok, dan disrupsi mata-rantai bisnis dan keuangan dunia, khususnya lonjakan harga minyak, gas, dan gandum. Hal ini di tambah pula dengan tekanan inflasi yang semakin sulit untuk dikendalikan. 

    Jika konflik ini terus tereskalasi, maka akan terjadi bencana ekonomi yang lebih dahsyat dan akan mempengaruhi ekonomi global dan pasar keuangan sehingga merembet ke Negara lainnya. Apa pun ketegangan kedua negara ini akan merugikan perekonomian global dan mengganggu proses pemulihan ekonomi dunia, yang dirasakan pula oleh Indonesia saat ini. Sektor perdagangan internasional akan mengalami koreksi, meski nilai dagang Indonesia dan Rusia sebenarnya di posisi positif awal tahun 2022 berbanding tahun lalu.

    Pada sektor perdagangan, hubungan Rusia dengan Indonesia bersifat nostalgic, sehingga dampak langsung adanya invasi Rusia ke Ukraina lebih ke arah sektor perdagangan, meskipun Rusia-Ukraina bukan mitra dagang utama Indonesia. Konflik itu dapat berdampak pada bahan makanan yang diimpor oleh Indonesia dari Ukraina, terutama gandum, besi dan baja (23 persen), dan lainnya 2 persen.

    Kemudian produsen mie, roti, dan tepung bergantung pada impor gandum dari Ukraina, sehingga perlu diversifikasi untuk komoditas tertentu, kemudian 56 persen dan 88 persen ekspor Indonesia ke Rusia dan Ukraina adalah minyak sawit mentah (CPO). Sementara, impor terbesar dari Rusia adalah besi dan baja dan dari Ukraina adalah gandum, sehingga tekanan di sisi pasokan gandum perlu menjadi perhatian bagi pasokan pangan domestik. Ukraina adalah top supplier bagi gandum Indonesia karena lumbung gandum banyak berlokasi di daerah timur (Ukraina Timur) berdekatan dengan daerah yang diduduki oleh pasukan Rusia. 

    Data dari APTINDO menggambarkan bahwa konsumsi terigu di Indonesia tumbuh 4,6 persen pada tahun 2021. Lonjakan konsumsi terigu domestik didorong oleh kembali hidupnya perekonomian dan perkembangan bisnis bakery, sehingga jika harga gandum naik, maka pelaku bisnis di sektor itu akan terkena dampak paling besar. 

    Lalu, kenaikan harga batu bara dan kelapa sawit akan berdampak positif pada ekspor Indonesia, tetapi dalam jangka menengah adanya risiko ekonomi akan berdampak pada melemah-nya permintaan komoditas tersebut, sehingga investor dapat beralih ke safeheaven assets karena volatilitas yang tinggi di pasar keuangan dan modal. Shock lain yang terjadi di global supply chain adalah Rusia merupakan pemasok utama Palladium global (40 persen ekspor global dari Rusia). Palladium adalah input untuk industri otomotif dan pembuatan chip, sehingga supply chain untuk industri itu akan terpengaruh. 

    Ditambah lagi perang ini telah membawa volatilitas ke pasar sementara bursa saham Moskwa ditutup selama tiga minggu dan hanya dibuka kembali sebagian pada hari Senin. Sanksi Barat telah melumpuhkan sektor perbankan dan sistem keuangan Rusia, sementara rubel telah runtuh. Langkah-langkah tersebut termasuk upaya untuk membekukan 300 miliar dollar AS cadangan mata uang asing Rusia yang disimpan di luar negeri. Rusia sekarang menghadapi risiko gagal bayar utang untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Moskwa membayar bunga atas dua obligasi berdenominasi dolar pekan lalu, memberi pemerintah ruang bernapas sampai pembayaran utang berikutnya dalam beberapa minggu mendatang.

    Dapat disimpulkan bahwa secara global, perang di Ukraina adalah "bencana" bagi dunia yang akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi  global.  Jika krisis berlangsung lebih lama, maka pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih lemah, stagnan, dan cenderung menurun, dan inflasi terancam lebih tinggi.

    (***)

    No comments

    ada

    ada

    Post Bottom Ad

    ad728
    PT. Prosumbar Media Group, Mengucapkan: Selamat datang di www.sumbarraya.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang! Tertanda Pemred: Nov Wibawa