Suara Lantang Anwar Abbas Menjawab Boy Rafli Amar: Ketidakadilan Biang Kerok Radikalisme, Terorisme, dan Separatisme
SUMBARRAYA.COM, - - -
Aparat penegak hukum harusnya evaluasi dan melakukan tindakan nyata terkait klaim maraknya paham radikalisme dan terorisme.
Sebab hal ini patut diduga muncul karena kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahdan aparat hukum.
Hal tersebut ditekankan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas terkait pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar yang menyebut dunia maya sudah dikerubungi paham radikalisme.
Terlebih, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurrachman juga menyebutkan adanya paham radikalisme kanan yang menyusup ke masyarakat.
Anwar Abbas memberi catatan, pemerintah, DPR RI, dan yudikatif tidak konsisten melaksanakan serta menegakkan nilai-nilai Pancasila.
Ada oknum-oknum pejabat negara dan pemerintah yang kerap menuding serta membidik tokoh-tokoh dari agama tertentu sebagai radikal. Namun tudingan tersebut tidak dilakukan kepada agama lain.
“Padahal mereka-mereka itu juga merupakan pentolan-pentolan utama dalam mendorong tindakan radikalisme dan terorisme, bahkan sparatisme. Tapi mereka-mereka yang telah berbuat onar tersebut seperti tidak dijamah dan terjamah,” katanya, dilansir dari RMOL pada Sabtu, 29 Januari 2022.
Kemudian dalam bidang hukum, lanjut Anwar, penegakan hukum tampaknya tajam kepada kelompok kecil dan tumpul terhadap kelompok tertentu.
Dalam bidang politik, Anwar melihat wakil-wakil di DPR tidak menempatkan diri sebagaimana mestinya menjadi seorang wakil rakyat.
"Pada kenyataannya mereka dipilih rakyat, tapi saat terpilih tidak lagi bekerja bersama rakyat tapi untuk kepentingan partainya yang sudah terkooptasi dan dikendalikan oleh para pemilik kapital," lanjutnya.
Di bidang ekonomi, para pemimpin Indonesia lebih memperhatikan kepentingan pemilik kapital daripada kepentingan rakyat.
Padahal konstitusi di Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan kepada negara untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Memang pemerintah dan DPR sudah memakmurkan rakyat, tapi rakyat yang mana? Yaitu mereka-mereka yang punya duit atau yang disebut para pemilik kapital dan atau para oligarki. Sementara fakir miskin dan anak terlantar nyaris tidak terurus dengan baik, masih jauh panggang dari api,” tandasnya.
(*)
Suara Lantang Anwar Abbas Menjawab Boy Rafli Amar: Ketidakadilan Biang Kerok Radikalisme, Terorisme, dan Separatisme
SUMBARRAYA.COM, - - -
Aparat penegak hukum harusnya evaluasi dan melakukan tindakan nyata terkait klaim maraknya paham radikalisme dan terorisme.
Sebab hal ini patut diduga muncul karena kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahdan aparat hukum.
Hal tersebut ditekankan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas terkait pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar yang menyebut dunia maya sudah dikerubungi paham radikalisme.
Terlebih, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurrachman juga menyebutkan adanya paham radikalisme kanan yang menyusup ke masyarakat.
Anwar Abbas memberi catatan, pemerintah, DPR RI, dan yudikatif tidak konsisten melaksanakan serta menegakkan nilai-nilai Pancasila.
Ada oknum-oknum pejabat negara dan pemerintah yang kerap menuding serta membidik tokoh-tokoh dari agama tertentu sebagai radikal. Namun tudingan tersebut tidak dilakukan kepada agama lain.
“Padahal mereka-mereka itu juga merupakan pentolan-pentolan utama dalam mendorong tindakan radikalisme dan terorisme, bahkan sparatisme. Tapi mereka-mereka yang telah berbuat onar tersebut seperti tidak dijamah dan terjamah,” katanya, dilansir dari RMOL pada Sabtu, 29 Januari 2022.
Kemudian dalam bidang hukum, lanjut Anwar, penegakan hukum tampaknya tajam kepada kelompok kecil dan tumpul terhadap kelompok tertentu.
Dalam bidang politik, Anwar melihat wakil-wakil di DPR tidak menempatkan diri sebagaimana mestinya menjadi seorang wakil rakyat.
"Pada kenyataannya mereka dipilih rakyat, tapi saat terpilih tidak lagi bekerja bersama rakyat tapi untuk kepentingan partainya yang sudah terkooptasi dan dikendalikan oleh para pemilik kapital," lanjutnya.
Di bidang ekonomi, para pemimpin Indonesia lebih memperhatikan kepentingan pemilik kapital daripada kepentingan rakyat.
Padahal konstitusi di Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan kepada negara untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Memang pemerintah dan DPR sudah memakmurkan rakyat, tapi rakyat yang mana? Yaitu mereka-mereka yang punya duit atau yang disebut para pemilik kapital dan atau para oligarki. Sementara fakir miskin dan anak terlantar nyaris tidak terurus dengan baik, masih jauh panggang dari api,” tandasnya.
(*)
No comments