Heboh Protokol Normal Baru, Sebenarnya Apa itu New Normal Covid-19?
PRESIDEN Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil,
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Idham Azis
meninjau Mal Summarecon Bekasi untuk melihat persiapan penerapan
prosedur standar new normal di Summarecon Mal Bekasi, Selasa, 26 Mei
2020.* /AGUS SUPARTO
SUMBARRAYA.COM, (Jakarta) - - -
Suka tidak suka, mau tidak mau, setiap orang kini dipaksa harus mau melakukan suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak biasa atau abnormal menjadi sesuatu yang normal, umum, atau biasa saja di tengah pandemi Covid-19, yang disebut dengan New Normal.
Pandemi virus corona atau Covid-19 telah memaksa masyarakat dunia untuk beradaptasi dengan kondisi dan tatanan kehidupan baru.
Apalagi, hingga kini tidak ada seorang pun yang mampu menjawab dengan pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Ditambah lagi, juga belum ditemukan vaksin untuk mengobati penyakit yang menyerang fungsi pernapasan ini.
Suka tidak suka, mau tidak mau, setiap orang kini dipaksa harus mau melakukan suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak biasa atau abnormal menjadi sesuatu yang normal, umum, atau biasa saja di tengah pandemi Covid-19.
Mengurangi berbagai kegiatan di luar rumah dengan bekerja dari rumah, belajar di rumah bukan lagi di sekolah, bahkan beribadah juga dilakukan di rumah, merupakan beberapa bentuk perubahan baru yang kini harus dilakukan oleh semua orang dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19.
Bila merujuk Wikipedia, New Normal atau normal baru adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk pada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007—2008, resesi global 2008—2012, dan pandemi Covid-19.
Sejak itu, istilah tersebut dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap abnormal menjadi umum.
Dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan New Normal merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, tetapi dengan ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
“Prinsip yang utama adalah harus bisa menyesuaikan pola hidup. Secara sosial, kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk, new normal, atau kita harus beradaptasi dengan beraktivitas, dan bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan, dan bekerja, dan sekolah dari rumah,” jelas Wiku dikutip dari laman resmi bnpb.go.id, Selasa (26/5/2020).
Lantas sampai kapan masyarakat harus hidup secara New Normal?
Wiku yang juga seorang profesor ini menjelaskan bahwa kehidupan dapat kembali normal setelah vaksin ditemukan dan dapat dipakai sebagai penangkal virus corona jenis baru itu.
"Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai ditemukannya vaksin untuk Covid-19 ini,” tuturnya.
Menurut Wiku, beberapa ahli dan pakar dunia telah memastikan bahwa kemungkinan paling cepat ditemukan vaksin itu adalah tahun depan. Artinya, kemungkinan terbesar masyarakat harus hidup secara New Normal sampai tahun depan, bahkan bisa jadi lebih lama lagi.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan kegiatan ekonomi sosial di masyarakat?
Bagaimanapun, perubahan perilaku menjadi kunci optimisme dalam menghadapi Covid-19 ini, yakni dengan tetap menjalankan kehidupan sehari-hari ditambah dengan penerapan protokol kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah atau didefinisikan sebagai New Normal.
Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Beta Yulianita Gitaharie mengatakan bahwa menyelamatkan nyawa dan menekan angka pertumbuhan penularan Covid-19 menjadi penting.
Namun demikian, kegiatan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat juga harus tetap berjalan. “Memang kalau kita amati, Covid-19 ini telah membawa pengaruh juga perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi dan masyarakat,” ujarnya.
Kesehatan atau Ekonomi?
Beta melihat bahwa hal itu tentunya juga memperburuk keadaan suatu kehidupan ekonomi masyarakat apabila hanya berpaku pada pengendalian kesehatan saja. Dua hal antara kesehatan dan ekonomi masyarakat harus berimbang.
Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan per tanggal 20 April 2020, sedikitnya ada 2 juta pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebanyak 62 persen ada di sektor formal dan sisanya yakni 26 persen berada di sektor informal dan UMKM.
Hal itu kemudian menjadi semakin buruk ketika angka menjadi 6 juta pekerja yang di-PHK oleh perusahaannya karena imbas pandemi Covid-19 dalam 1 bulan terakhir ini.
Dari data tersebut, Beta mengemukakan bahwa masyarakat harus tetap dapat melakukan aktivitasnya dalam menggerakkan roda perekonomian di tengah pandemi Covid-19 ini.
Hanya saja, tentunya harus dengan tetap menerapkan disiplin New Normal sebagai fase yang sudah mulai dijalani oleh masyarakat sekarang ini.
“Masyarakat masih tetap bisa melakukan aktivitas, tetapi tetap disiplin dalam memperhatikan atau melakukan protokol pencegahan Covid-19,” katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan protokol New Normal bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan dunia usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja.
“Dalam situasi pandemi Covid-19, roda perekonomian harus tetap berjalan dengan mengedepankan langkah-langkah pencegahan,” ujarnya melalui keterangan resmi, Minggu (24/5/2020).
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Peraturan Pemerintah No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja. Namun, dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan.
Editor : Nurbaiti
Apalagi, hingga kini tidak ada seorang pun yang mampu menjawab dengan pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Ditambah lagi, juga belum ditemukan vaksin untuk mengobati penyakit yang menyerang fungsi pernapasan ini.
Suka tidak suka, mau tidak mau, setiap orang kini dipaksa harus mau melakukan suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak biasa atau abnormal menjadi sesuatu yang normal, umum, atau biasa saja di tengah pandemi Covid-19.
Mengurangi berbagai kegiatan di luar rumah dengan bekerja dari rumah, belajar di rumah bukan lagi di sekolah, bahkan beribadah juga dilakukan di rumah, merupakan beberapa bentuk perubahan baru yang kini harus dilakukan oleh semua orang dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19.
Bila merujuk Wikipedia, New Normal atau normal baru adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk pada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007—2008, resesi global 2008—2012, dan pandemi Covid-19.
Sejak itu, istilah tersebut dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap abnormal menjadi umum.
Dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan New Normal merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, tetapi dengan ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
“Prinsip yang utama adalah harus bisa menyesuaikan pola hidup. Secara sosial, kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk, new normal, atau kita harus beradaptasi dengan beraktivitas, dan bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan, dan bekerja, dan sekolah dari rumah,” jelas Wiku dikutip dari laman resmi bnpb.go.id, Selasa (26/5/2020).
Lantas sampai kapan masyarakat harus hidup secara New Normal?
Wiku yang juga seorang profesor ini menjelaskan bahwa kehidupan dapat kembali normal setelah vaksin ditemukan dan dapat dipakai sebagai penangkal virus corona jenis baru itu.
"Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai ditemukannya vaksin untuk Covid-19 ini,” tuturnya.
Menurut Wiku, beberapa ahli dan pakar dunia telah memastikan bahwa kemungkinan paling cepat ditemukan vaksin itu adalah tahun depan. Artinya, kemungkinan terbesar masyarakat harus hidup secara New Normal sampai tahun depan, bahkan bisa jadi lebih lama lagi.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan kegiatan ekonomi sosial di masyarakat?
Bagaimanapun, perubahan perilaku menjadi kunci optimisme dalam menghadapi Covid-19 ini, yakni dengan tetap menjalankan kehidupan sehari-hari ditambah dengan penerapan protokol kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah atau didefinisikan sebagai New Normal.
Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Beta Yulianita Gitaharie mengatakan bahwa menyelamatkan nyawa dan menekan angka pertumbuhan penularan Covid-19 menjadi penting.
Namun demikian, kegiatan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat juga harus tetap berjalan. “Memang kalau kita amati, Covid-19 ini telah membawa pengaruh juga perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi dan masyarakat,” ujarnya.
Kesehatan atau Ekonomi?
Beta melihat bahwa hal itu tentunya juga memperburuk keadaan suatu kehidupan ekonomi masyarakat apabila hanya berpaku pada pengendalian kesehatan saja. Dua hal antara kesehatan dan ekonomi masyarakat harus berimbang.
Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan per tanggal 20 April 2020, sedikitnya ada 2 juta pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebanyak 62 persen ada di sektor formal dan sisanya yakni 26 persen berada di sektor informal dan UMKM.
Hal itu kemudian menjadi semakin buruk ketika angka menjadi 6 juta pekerja yang di-PHK oleh perusahaannya karena imbas pandemi Covid-19 dalam 1 bulan terakhir ini.
Dari data tersebut, Beta mengemukakan bahwa masyarakat harus tetap dapat melakukan aktivitasnya dalam menggerakkan roda perekonomian di tengah pandemi Covid-19 ini.
Hanya saja, tentunya harus dengan tetap menerapkan disiplin New Normal sebagai fase yang sudah mulai dijalani oleh masyarakat sekarang ini.
“Masyarakat masih tetap bisa melakukan aktivitas, tetapi tetap disiplin dalam memperhatikan atau melakukan protokol pencegahan Covid-19,” katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan protokol New Normal bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan dunia usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja.
“Dalam situasi pandemi Covid-19, roda perekonomian harus tetap berjalan dengan mengedepankan langkah-langkah pencegahan,” ujarnya melalui keterangan resmi, Minggu (24/5/2020).
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Peraturan Pemerintah No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja. Namun, dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan.
Editor : Nurbaiti
#Wik |Bisnis.com
No comments