DR. H. Fauzi Bahar, MSi, Komitmen, Tekat Kuat, Pantang Menyerah dan Taat Beribadah
Dua Periode Menjabat Walikota Padang (2004-2014), kiprah DR. H. Fauzi Bahar, MSi dalam dunia Birokrasi serta sumbangsihnya dalam perbaikan akhlak generasi penerus bangsa pada warga Kota Padang, masyarakat Sumatera Barat, bahkan rakyat Indonesia telah tercatat dengan goresan tinta Emas yang tak terbantahkan.
Diawali dengan memberangus penyakit masyarakat (Pekat) seperti Judi Togel, Kehidupan dunia malam yang sarat dengan bisnis esek-esek yang begitu merajalela dan menyengsarakan perekonomian warga Kota Padang.
Terus dilanjutkan dengan perbaikan akhlak generasi Muda yang di mulai pada level Paud, SD, SMP dan SMA bahkan pada ASN dilingkungan Pemerintah Kota Padang dengan meluncurkan program – program bernas yaitu Mewajibkan pemakaian Jilbab bagi kaum Hawa. Program Pesantren Rhamadhan, Subuh Mubarakah. Dan Program Asmaul Husna yang mengantarkan Pemerintahan Kota Padang meraih Penghargaan dari MURI.
Program Jilbab, pesantren ramadhan, subuh mubarakah dan asmaul husna telah menjadi pondasi agama yang diterapkan sejak dini oleh Fauzi Bahar, sampai sekarang betul betul terasa manfaatnya ditengah masyarakat. Hal ini mendapat pujian dari berbagai kalangan di Kota Padang dan menjadi projek percontohan Sumatera Barat, bahkan pada tingkat Nasional.
Semua hal diatas tersebut tidak bisa didapat dengan sertamerta, tapi semuanya adalah hasil dari suatu proses nan berkesinambungan dan usaha serta keuletan yang luar biasa. Dan hanya seorang yang kuat lahir bhatin lah yang bisa mewujudkannya, orang itu adalah DR.H.Fauzi Bahar, MSi.
Nah...selepas Fauzi Bahar dari Jabatan Walikota Padang, banyak yang bertanya siapakah Fauzi Bahar itu ??.
Masa Kecil Fauzi Bahar, Jualan Sayur hingga Menyewakan Buku
Fauzi Bahar lahir di Ikua Koto, Kecamatan Koto Tangah, Padang, tanggal 16 agustus 1962. Ayahnya bernama Baharudin Amin, namun lebih dikenal dengan sebutan Wali Bahar, karena pernah menjabat sebagai wali nagari pada zamannya dulu. Ibunya bernama Nurjanah Umar, seorang guru yang juga aktivis muhammadiyah. keduanya kini sudah tiada.
Fauzi Bahar anak ke-4 dari enam bersaudara. kakak tertua seorang perempuan (satu satunya perempuan) bernama Khalidah hanum, seorang guru yang mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Lubuk Buaya Padang. Dia tinggal di Ikua Koto, tepat di sebelah rumah gadang Fauzi Bahar. Berturut-turut Taufik Bahar, guru SD Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, yang tinggal di perumahan Mega Permai, Kayu Kalek, Lubuk Buaya, Padang. Fakhri Bahar, swasta, tinggal di Siteba, Padang. Fadli, adik Fauzi Bahar, tinggal di Ikua Koto, depan rumah gadang keluarganya, wiraswasta dan terakhir Fahmi, yang berkarir di TNI AL.
Masa kecil Fauzi Bahar, bukanlah masa yang enak untuk dikenang. Jangan membayangkan, sebagai seorang anak Wali Nagari Ikua Koto, maka dia akan hidup dengan senang, untuk ukuran masa itu. Tidak. Sama sekali tidak. Justru kehidupan keluarganya, sangatlah memilukan. Pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah seorang petani, yang penghasilannya pas-pasan. Walau dibantu dari gaji ibunya seorang guru, namun tetap saja tidak cukup untuk membiayai sekolah enam orang anak mereka dan biaya hidup sehari-hari. Mereka hidup kekurangan. Untuk makan sehari-hari, serba terbatas. "Makan kami dijatah. sambal yang tersedia hanya pas untuk satu orang. Tidak boleh tambah," kata Fadli, adik Fauzi Bahar Jualan Sayur dan Kue Mangkuk
Untuk menambah penghasilan, maka mereka anak laki-laki, mulai dari Taufik Bahar, Fakhri Bahar, Fauzi Bahar hingga Fadli, diharuskan berjualan sayur-mayur. Fahmi masih belum diikutsertakan karena masih terlalu kecil. Maka berangkatlah kakak-beradik ini keliling Ikua Koto hingga Tabing untuk menjual sayur-sayuran hasil kebun mereka, berupa kangkung dan bingkuang.
Kagkung dijual di Ikua Koto dan sekitarnya, sedangkan buah Bingkuang dijual di Pasar Raya Padang. Kangkung dijual Rp. 5 per ikat. Mereka membawa 100 ikat-150 ikat setiap hari. Rata-rata, mereka bisa menghasilkan Rp. 500 per hari. "Uang hasil penjualan sayur-mayur itulah yang membantu biaya sekolah kami," kata Khalidah Hanum, kakak tertua Fauzi Bahar.
Selain dijual sendiri, ada juga yang dititipkan ke warung-warung. Uang hasil penjualan kangkung tersebut baru mereka jemput sepulang sekolah. Hal itu dilakukan usai shalat subuh hingga waktu berangkat ke sekolah tiba, sekitar pukul 06.30 pagi. Sedangkan sore hari, usai pulang sekolah, tidak ada waktu bermain bagi anak-anak keluarga Bahar. Mereka harus pergi ke kebun, untuk memetik sayur-sayuran, membawa pulang ke rumah untuk dibersihkan, dan diikat. "Kami terkadang iri melihat anak-anak lain bisa main bola sore hari, sedangkan kami harus pergi ke ladang untuk memetik sayur," ujar Fadli.
Di sela-sela kegiatan rutin pergi sekolah, memetik sayuran, jualan sayur dan kue mangkuk, hal pokok yang tidak pernah ditinggalkan Fauzi Bahar adalah belajar mengaji di Surau Tabek, yang berada persis di depan rumahnya. Sikap keras ayahnya, yang sangat disiplin dalam menanamkan ajaran Islam dalam diri anak-anaknya, khususnya Fauzi Bahar, inilah yang menjadi modal dasar penerapan dan pendidikan aqidah Islam yang dilakukannya selama ini.
Kehidupan yang serba sulit tersebut dijalaninya sampai Fauzi Bahar berkuliah di IKIP Padang, tahun 1982-1987. Semasa kuliah di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Kesehatan (kini FIK), Fauzi Bahar juga berusaha untuk meringankan biaya kuliahnya, dengan cara membantu saudara sepupunya yang membuka usaha taman bacaan dan penyewaan buku, di Tabing, tepatnya di belakang SMP 13 Padang. Dari usaha sampingan ini, Fauzi Bahar menyisihkan rupiah-demi rupiah untuk ditabung. Kelak dari hasil tabungannya inilah, yang dipakai Fauzi Bahar untuk biaya pendidikannya menjalani wajib militer (wamil) TNI AL.
Anak yang Soleh Fauzi Bahar adalah tipikal anak idaman orang tua. Betapa tidak, sejak kecil, dia sudah sangat berbhakti kepada kedua orang tuanya. Semua perintah ayahnya, dilaksanakan tanpa pernah berkeluh-kesah. Disuruh shalat, dia shalat. Bahkan lebih dari itu, dia rajin sembahyang tahajud. Diperintahkan puasa, dia berpuasa. Bahkan dia juga tidak pernah lupa untuk berpuasa Senin-Kamis.
Fauzi Bahar tidak ketinggalan belajar silat, yang merupakan seni tradisi anak nagari Minangkabau. Dia belajar silat di perguruan Pat Ban Bu (Empat Banding Budi) di Ikua Koto. Bahkan setelah tamat belajar silat, dia menjadi pelatih silat di perguruan Pat Ban Bu tersebut.
Fauzi Bahar adalah anak yang sangat sayang kepada kedua orang tuanya, khususnya kepada ibunya Hj Nurjanah Umar. “Saking sayangnya, setiap hari Fauzi membuatkan air Bungo Rayo untuk Ibu. Kami saja tidak bisa seperti itu,” kata Fadli. Fauzi Bahar setiap hari juga menyediakan air wudhu untuk ibunya, yang diletakkan di bawah tangga rumah gadang mereka. Ia tak ingin ibunya harus berjalan naik tangga-turun tangga, menuju kamar mandi yang terletak di beberapa meter di samping rumah mereka.
Ada cerita pilu ketika Fauzi muda diterima menjadi anggota TNI AL melalui jalur wamil, setamat kuliah dulu. Ketika berita gembira itu disampaikan kepada ibunya, apa jawab ibunda tercinta? “Ibu tidak ada uang Zi. Sama sekali tidak ada uang. Sama apa ibu akan membiayai perjalananmu ke Jawa? Kata ibunya pilu. Kakak dan adik Fauzi Bahar yang mendengar kalimat ibu mereka, tak kuasa menahan air mata yang menetes perlahan.
Tapi dengarlah jawab Fauzi Bahar. “Tidak apa-apa bu. Saya mohon doa restu ibu saja, agar saya sukses di karier yang saya pilih ini.” Tidak ada yang tahu,darimana Fauzi Bahar memperoleh uang untuk biaya perjalananya ke Jawa. Dia tidak pernah memberitahukan. “Sampai sekarang, kami tidak tahu darimana dia mendapat uang. Mungkin dari tabungannya selama ini,” kata Khalidah Hanum.
Tekad yang kuat, pantang menyerah menghadapi masalah, taat beribadah, dan restu Ibunda tercinta, akhirnya membawa Fauzi Bahar sukses dalam kariernya, hingga kemudian menjadi Walikota Padang.
selalu komitmen dalam pembinaan mental dan akhlak melalui Agama Islam. Sejalan dengan itu, dampak positif dari selalu mengumandangkan nama-nama Allah Swt yang baik dan indah itu, Alah swt selalu melindungi alam Kota Padang.
Sosok Fauzi Bahar seorang pemimpin yang paling mudah bergaul dengan siapapun, dia tak pernah membedakan orang dalam pergaulan, siapapun dijadikan teman yang baik sebagai sahabat.
# Wik | berbagai sumber
No comments