• Breaking News

    Advertisement

    loading...

    Arcandra Tahar: Lamanya Proses Perizinan, Penyebab Suramnya Iklim Investasi di Indonesia

    Arcandra Tahar: Lamanya Proses Perizinan, Penyebab Suramnya Iklim Investasi di Indonesia
    Kedatangan Arcandra Tahar Disambut IP dan NA. 
    SUMBAR RAYA - - Beberapa hari setelah dilantik menjadi Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM), Arcandra Tahar berkunjung ke Ranah Minang, tanah kelahirannya.

    Kedatangan Wamen Arcandra Tahar disambut langsung oleh Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno dan Wakil Gubernur Nasrul Abit, di Bandara Internasional Minangkabau, Kamis, 20 Oktober 2016.

    Selama di Ranah Minang, Arcandra Tahar melaksanakan beberapa kegiatan. Memberikan kuliah umum di dua universitas terkemuka di Sumatera Barat, yaitu Universitas Andalas (Unand) dan Universitas Negeri Padang (UNP).

    Di kedua universitas tersebut, Arcandra memberikan pemahaman tentang materi "Kebijakan Strategis Industri Migas Indonesia Perspektif Ekonomi dan Teknologi". Dalam paparannya, arcandra mengungkapkan bahwa sebenarnya di indonesia masih banyak minyak yang tersisa.

    “Oil masih tersedia, tapi teknologinya yang belum tersedia, teknologi sekarang hanya mampu mengambil 40-50% dari oil yang ada,” ungkapnya.

    Arcandra menyebut, teknologi menjadi aktor utama dalam pengambilan minyak dari perut bumi. Peran teknologi agar bisa mengambil sisa minyak dengan maksimal itu sangat penting.
    Karena minyak yang tersisa itu jauh lebih banyak daripada yang sudah diambil.

    "Selama ini, ada aturan yang mewajibkan para investor harus membayar pajak terkait dengan kegiatan eksplorasi yang dilakukan. Padahal, yang namanya eksplorasi belum tentu dapat apa yang diinginkan oleh investor tersebut, tapi sudah kena pajak duluan. Apatah lagi, mereka sudah berinvestasi ratusan miliaran,” katanya.

    Tak hanya itu, jelas Arcandra Tahar, lamanya proses perizinan investasi di Indonesia juga menjadi faktor pelengkap suramnya iklim investasi. Investor yang ingin melakukan eksplorasi harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk mendapatkan izin. Tentu ini yang menjadi tantangan bagi Kementerian ESDM.

    Ia menjelaskan, dengan potensi energi dari fosil atau minyak yang dimiliki saat ini, negara harus telah memikirkan sumber energi baru dan terbarukan. Misalnya dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, apakah itu angin, gelombang, dan sumber energi terbarukan lainnya.

    “Indonesia tak memiliki kekayaan minyak sebanyak yang kita bayangkan. Untuk itu, tentu perlu mencari cadangan agar Indonesia tidak kekurangan minyak,” katanya.

    Dikatakannya, biaya eksplorasi minyak dalam rangka mencari cadangan baru itu mahal karena tingkat kesulitannya tinggi dan harus menggu­nakan teknologi mutakhir. Sekali mencari minyak di laut dalam, satu bor biayanya bisa sampai 250 juta dolar Amerika Serikat (AS).

    “Biasanya dibutuhkan tiga sampai empat kali pencarian dengan total biaya mencapai Rp13 triliun. Oleh sebab itu, perusahaan hebat dengan teknologi canggih dan orang-orang terbaik dalam mencari minyak­pun hanya satu kali berhasil mendapatkan minyak setelah lima kali mencarinya,” ulasnya.

    Jika saat mencari tersebut ternyata tidak ditemukan minyak maka uang Rp13 triliun tadi sudah jadi abu, tidak berbekas sama sekali.

    “Pertanyaannya, apakah ada orang Indonesia yang berani menanamkan uang Rp13 triliun dengan asumsi kalau dapat minyak oke, kalau tidak ketemu tidak apa-apa, hampir dipastikan tidak ada yang mau,” tuturnya.

    Menurut Arcandra, salah satu penyebab penurunan eksplorasi migas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Makanya, dalam waktu dekat revisi PP tersebut akan ditandatangani. Dalam pembahasan revisi, Kementerian ESDM sudah berdiskusi dengan stake­holder terkait. (rel)

    No comments

    ada

    ada

    Post Bottom Ad

    ad728
    PT. Prosumbar Media Group, Mengucapkan: Selamat datang di www.sumbarraya.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang! Tertanda Pemred: Nov Wibawa